Wednesday, December 25, 2013

SANTA


***

Anak :
“Santa tak datang lagi Ayah. Aku tak memiliki hadiah lagi tahun ini.”

Ayah :
“Lalu mengapa kau masih saja merasa harus menjadi orang yang diberi oleh Santa?
Mengapa kau tidak berpikir bahwa kau harus menjadi Santa? Dan mulai memberi untuk orang lain?”

***

Tuesday, December 10, 2013

HARI KE TUJUH DI BULAN DESEMBER

Dan memang selalu mengharukan, ketika kita mendapatkan orang-orang di sekitar kita, yang bahkan kita tidak pernah mengetahui apakah kita telah melakukan sesuatu untuk mereka atau tidak, telah meluangkan waktunya untuk kita. Sekedar mengambilkan pulpen kita yang terjatuh dari meja kuliah kita mungkin, membantu beberapa pekerjaan kita, atau sekedar memberikan ucapan selamat di hari ulang tahun kita mungkin. Tapi apapun itu, sekecil apapun ia, ada hal yang barangkali perlu kita sadari dari itu semua. Bahwa sekalipun hanya dalam hitungan sepersekian detik, mereka tetap telah membuang waktunya untuk hal yang menjadi kepentingan kita. Hal yang mungkin sama sekali tidak memberikan keuntungan apa-apa untuk mereka tapi tetap mereka lakukan.
Hal-hal seperti itu, baru saja benar-benar saya sadari di belakangan hari ini. Di hari kelahiran saya. Saat mendapatkan beberapa kawan telah meluangkan waktunya, membuat kejutan kecil untuk saya. Memberikan ucapan selamat dan mendoakan hal-hal yang menjadi mimpi saya. Merekalah manusia-manusia terbaik yang pernah saya kenal.

Muhammad Vilhamy, yang lebih dikenal dengan sapaan Ambon, menjadi orang yang pertama mengucapkan selamat atas kelahiranku, berikutnya Averroes lalu Agathon. Mereka kawan terdekat saya. Kawan berbagi mimpi saya. Dan disusul ucapan-ucapan menggetarkan lainnya.

“... semoga kedepannya maneh nemu apa yg bikin maneh terus passionate, entah itu film, jurnalistik ato apapun. Dan tetep humble yah hehe...”   – Muhammad Fajrur, (partner film, ia termasuk kawan yang cukup tangguh)

“... semoga menjadi sutradara sukses bareng urang nya.. hehe. Dan segera mendapatkan calon istri nyak heheh” – Dhani Rahman (dengannya, saya membuat film pendek pertama saya)

... jadilah apapun yang kau mau” – Argya Dhyaksa (Kawan tergila yang pernah kenal. Bersamanya saya membuat satu judul video yang cukup fenomenal, komplikasi akhir jaman)

“... semoga cita-citanya jadi orang sukses tercapai.”  - Rowland Asfales (Kawan pertama saya di bangku kuliah)

“... semoga berbahagia selalu” – Happy Mayorita (dengannya saya terlibat dalam beberapa project teater dan film)

“... sukses selalu van semoga tetap melahirkan film-film lucu bermutu dan lancar segala-galanya, mungkin jodoh dan kuliah dan karir dan semua dan tentu saja disayang Tuhan...” – Resty Herwita (selain ia adalah pacar kawan saya, ia juga adalah talent terbaik yang pernah saya dapatkan dalam Whispering Box, film pertama yang saya sutradari)

“... semoga film lancar, semua lancar jodoh, karir, hidup, semuanya pokoknya yang baik-baik... Happy birthday bapak sutradara :)”  – Resty Herwita, Adinda Januardani, Pandu rahadya (Adinda adalah asisten sekaligus alasan pertama mengapa film Whispering Box harus saya rampungkan; Pandu adalah junior saya yang paling tangguh dan paling bisa saya andalkan. Pada beberapa project video dan film, saya selalu melibatkannya)

Selain kue yang diberikan oleh Resty, Adinda dan pandu untuk saya sore tadi, tepat di tanggal 7 lalu, di sela-sela rapat pameran pemuda setempat pun, beberapa kawan lain telah menyiapkan kue untuk selain merayakan ulang tahun saya, juga untuk merayakan ulang tahun pameran pertama pemuda setempat yang kebetulan memang jatuh di tanggal yang sama. Mereka Sandy Adithia (Sang ketua), Yosefa pratiwi (salah satu calon seniman sukses), Ari respati (kurator muda berbakat), Puja Anindita (anak dari legenda kritikus seni Indonesia) dan Satria Prabhawa (sang multi-talenta).

Waktu-waktu itu, hal-hal yang mereka luangkan itu, telah berhasil membuat apa yang menjadi pikiran saya nampak konyol. Bahwa ketika saya merasa jika sebuah kelahiran adalah sesuatu yang tidak perlu dirayakan - yang bahkan hingga kini pun saya masih merasa apa yang dikatakan oleh Gie tentang menjadi beruntung dengan tidak pernah dilahirkan adalah benar – disaat yang sama, orang-orang ini, datang dan membuat seolah-olah kelahiran saya adalah sesuatu yang sangat besar dan patut untuk dikenang. Mereka, telah mengingatkan saya kembali. Bahwa barangkali tidak pernah ada kelahiran yang sia-sia. Ia tidak perlu menunggu hingga sejarah menuliskannya di buku-buku pelajaran sekolah atau juga pada batu-batu prasasti supaya ia dapat dikatakan sebagai kelahiran yang layak untuk dikenang. Setiap manusia membentuk sejarahnya masing-masing. Setiap mereka mempunyai arti pada masing-masing tempatnya. Dan atas hal-hal yang telah saya sadari itu - keharuannya, waktu-waktu mereka -  membuat saya betul-betul merasa untuk tidak terlalu cepat memilih mati. Mimpi-mimpi itu, mereka yang layak untuk diperjuangkan.  

***
Dan pada akhirnya, untuk semua yang telah
mereka lakukan itu, doa-doa itu, saya hanya bisa berharap
riwayat yang pernah saya baca itu benar. Bahwa

“Pada setiap doa yang kita ucapkan untuk orang lain,
Akan ada seribu malaikat yang mendoakan kembali untuk kita”

 Mendoakan mereka.


Thursday, November 28, 2013

RENAME



***
Apa kau tahu jika kekuatan punya nama lain?
Ia adalah kelemahan yang kau syukuri

***


Wednesday, November 27, 2013

ANIMAL RATIONALE


***
Jika Aristoteles menyebut manusia
sebagai binatang yang berpikir,
lalu mungkinkah jika aku pun menyebut
manusia yang tidak berpikir
sebagai binatang?

***




Tuesday, November 26, 2013

HUJAN SOREKU



Dan seperti pada waktu-waktu yang lalu,
setiap kali aku tiba di tempat ini, ia selalu disana.
Di sebuah persimpangan.

Dengan sebuah flute yang selalu ia mainkan saat anak-anak lusuh
itu telah berkumpul untuknya.
Tiga, lima belas, tujuh puluh enam dan hari ini bahkan ia mengajak
beberapa ekor kucing untuk bergabung. Tak mengherankan.
Kudengar setiap pagi ia sering menyisakan remah roti di meja
makannya hanya agar beberapa semut bisa membawanya pulang.

Ada yang selalu kutunggu darinya setiap sore.
Sebuah ritus kecil, saat rambut sebahunya mulai digodai angin.
Saat rok selututnya mulai menari-nari kecil di ujung-ujung kulitnya.
Candu itu, membuatku diam-diam harus selalu menjatuhkan beberapa
koin di hadapannya. Memesan teh sepanas mungkin,
dan menunggunya dingin tanpa kutiup sedikitpun.
Bahkan saat telah menjadi dingin, ia tetap kuminum seolah-olah
ia masih sangat panas. Berulang-ulang kulakukan hanya agar
aku bisa duduk di kursi warung ini.
Tempat terbaik untuk mengaguminya.

“Kau adalah alfabet pada tiap buku cerita yang mengisahkan
tentang kebaikan. Kau adalah nada keempat pada sederetan nada lima notasi.
Sebuah blue note. Muses untuk setiap mereka yang
tengah diperangi apartheid jalanan.” Kataku

***

Saturday, November 23, 2013

LILIN KECIL

Ibunya cukup terkejut ketika anak semata wayangnya yang nampak tergesa-gesa, tiba-tiba saja mengatakan bahwa ia akan pergi jauh dan tidak akan kembali pulang.
“Memangnya kau hendak kemana nak? Kau hanya anak berumur 9 tahun yang bahkan untuk pergi ke sekolah saja masih harus diantar”
Anaknya hanya tersenyum. Sambil kemudian menceritakan tentang pertemuannya tadi.
“Sesaat yang lalu seorang lelaki tiba-tiba menghampiriku bu. Ia menawariku 3 buah cokelat ajaib yang harus kupilih salah satunya.
Jika aku memilih dan memakan cokelat pertama, ia mengatakan bahwa aku bisa mendapatkan kekuasaan apapun yang aku inginkan. Sedangkan jika kupilih cokelat kedua, ia mengatakan bahwa aku bisa mendapatkan seluruh harta yang ada di dunia ini bu.”   
Sang Ibu menajamkan garis dahinya. Ia mencoba mencerna lebih dalam cerita yang dimaksud anaknya.
“Lalu kau memilih cokelat yang mana?”
Sang anak terdiam sebentar.
“Aku memilih cokelat ketiga.”
“Cokelat ketiga? Apa yang akan terjadi jika kau memilih cokelat ketiga nak?”
Raut wajah anaknya menegas.
“Aku akan menjadi sebuah lilin bu.”
“Lilin?!”  Ibunya semakin terkejut mendengar itu.
“Di sebuah tempat di pelosok yang jauh, ada seorang anak yang kelak akan menjadi orang besar bu. Ia adalah satu-satunya orang yang kelak akan paling mampu memanfaatkan kekuasaan dan harta apapun yang ada di dunia ini.
Saat ini, setiap malam, di meja belajarnya, ia selalu menyalakan sebuah lilin sebagai penerangan untuknya selagi membaca dan belajar.
Dan lelaki tadi mengatakan bahwa jika aku memilih cokelat ketiga, aku bisa mendapatkan kehormatan untuk menjadi salah satu dari sekian banyak lilin yang ia nyalakan tiap malam itu.”
Bola mata ibunya mulai bergenang. Sang anak masih melanjutkan
“Sekalipun hanya sebagai sebuah lilin kecil, sekalipun tubuhku harus sakit terbakar; bahkan sekalipun untuk hidupku yang hanya semalam, aku hanya ingin menjadi berarti bu.”
                                                                ***

   

DI TELAPAK KAKINYA





***
Dan tatkala dokter tersebut menyatakan
bahwa kedua kaki ibunya
harus segera diamputasi,

ia semakin ketakutan dibuatnya.

"Apakah hari ini aku akan benar-benar
kehilangan surgaku?"

***





Wednesday, November 20, 2013

DIALOG IMAJINER : EDELWEISS



                                                                                                 INT. RUMAH, SORE

                      Anak lelakinya yang sedari tadi ia tunggu kepulangannya, baru saja tiba di hadapannya.
                      Ia nampak bergegas. Dan entah apa itu, sepertinya ia membawa sesuatu di tangannya.

Ayah : “Apa yang kau bawa itu nak?”
Anak : “Oh ini? Aku membawa seikat edelweiss ayah.”

Ayah : “Edelweiss? Kukira kau sangat mencintai edelweiss?”
Anak : “Ya, aku benar-benar sangat mencintainya Ayah”

Ayah : “Lalu mengapa kau memetiknya dan membawanya?”

Keheningan menghampiri sebentar, menengahi pembicaraan itu.

Anak : “Tentu saja karena, aku ingin memilikinya”

Ayah : “Apa kau tidak tahu bahwa memilikinya hanya akan membunuhnya saja?!
 Sekalipun kau melakukannya atas dasar kecintaanmu!”

Sang anak terdiam. Ia sedikit kebingungan.

Ayah : “Edelweiss memiliki masa hidup yang relatif pendek. Setelah dipetik
    beberapa kali, ia tidak dapat menghasilkan benihnya lagi. Dan hingga
    pada akhirnya, secara perlahan ia akan lenyap dari lingkungannya tumbuh.”
           
                                                        ****

Ayah : “Bukankah kita pun telah sama-sama mengetahuinya nak,
  mencintai dan memiliki adalah dua hal yang sangat berbeda.”















Sumber foto: koleksi pribadi Agathon Yuda (edelweiss gunung gede)
Editor : kontemplasi diagonal




Wednesday, October 23, 2013

DIALOG IMAJINER : TANGAN-TANGAN YANG LEMAH

INT. RUMAH, MALAM HARI

Anak :
“Aku telah kehilangan sesuatu yang sangat berharga, Ayah.
Apakah mungkin jika Tuhan telah membenciku dan tengah menghukumku?”

Ayah :
“Tidak anakku. Saat Ia tengah mengambil sesuatu dari genggamanmu,
Ketahuilah bahwa Ia hanya tengah menyiapkan tanganmu
untuk menerima sesuatu yang jauh lebih besar dari itu.”






sumber foto : www.thenutgraph.com

Monday, October 21, 2013

UJUNG SEBUAH KAWAN








"Kadang memilih gagal itu
 memang diperlukan.

Paling tidak supaya kau
 bisa tahu siapa kawanmu."








Monday, October 14, 2013

DIALOG IMAJINER : KURBAN





INT. RUMAH BILIK, MALAM HARI

Di dalam sebuah ruang yang tak begitu besar,
 bersekat lembaran-lembaran bilik, 
seorang ayah dan seorang anak laki-lakinya 
tengah berbaring santai di atas tikar. 
Menatapi langit-langit rumah mereka yang nampak rusak. 
Sambil mendengarkan sayup-sayup takbir 
yang terus bersahutan menyambut Idul Adha di keesokannya.

Anak :
“Mengapa tahun ini kita tidak membeli hewan ternak 
untuk dikurbankan lagi Ayah?”

Ayah :
“Maafkan Ayah nak. Ayah masih belum mampu
 membeli satupun hewan kurban.”    

Anak :
“Tapi aku takut Ayah, jika Tuhan akan membenci kita 
seandainya kita tidak pernah melakukan kurban barang sekalipun.”

Ayah :
“Mengapa kau berpikiran begitu? 
Bukankah selama ini pun kita selalu berkurban. 
Bahkan sesuatu itu jauh lebih baik ketimbang 
berkurban jutaan ekor sapi sekalipun.”

  Anak :
“Benarkah Ayah? 
Memangnya apa yang selalu kita kurbankan itu Ayah?”
  
Ayah :
“Keinginan kita atas dunia, Anakku.
Tak banyak yang mampu mengorbankan itu.”