Thursday, September 27, 2012

NABI YANG DITEGUR TUHAN


Pada zaman dahulu hiduplah seorang penggembala miskin namun hatinya dipenuhi oleh kecintaan kepada Tuhan. Pekerjaannya sehari-hari hanyalah menggembala ternak melewati lembah, ladang dan gurun dengan bibir yang tidak pernah berhenti mengucap tentang Tuhan.
Suatu haru, Nabi Musa a.s tengah berjalan melewatinya dan menemukan sang gembala tersebut tengah beristirahat di tengah ternaknya. Kepalanya mendongak ke langit dengan terdengar bibirnya mengucap ucapan-ucapan untuk Tuhan,

“Duhai pangeran tercinta, dimanakah Engkau? Supaya aku bisa persembahkan seluruh hidupku pada-Mu, supaya aku bisa menjahit baju-Mu, memperbaiki kasur-Mu dan mempersiapkan ranjang-Mu. Dimanakah Engkau? Supaya aku bisa menyisir rambut-Mu dan mencium kaki-Mu. Dimanakah Engkau? Supaya aku bisa menyilapkan sepatu-Mu dan membawakan air susu untuk minuman-Mu."

Musa a.s yang cukup penasaran dengan penggembala tersebut segera mendekatinya dan bertanya,
“Dengan siapa kamu berbicara?”

Sang penggembala tersebut menjawab,
“Dengan Dia yang telah menciptakan semesta ini.”

Nabi Musa a.s murka mendengar jawaban penggembala tersebut,
“Betapa beraninya kamu bicara kepada Tuhan seperti itu! Apa yang kamu ucapkan adalah kekafiran. Kamu harus menyumpal mulutmu dengan kapas supaya kamu bisa mengendalikan lidahmu!”

Sang gembala bergetar ketakutan sambil terus mendengarkan Musa yang tengah murka kepadanya,
“Apa menurutmu Tuhan adalah seorang manusia biasa sehingga Dia harus memakai sepatu dan kaus kaki? Apa menurutmu Tuhan adalah seorang anak kecil yang memerlukan susu supaya tumbuh besar? Tentu saja tidak! Tuhan Maha Sepmurna di dalam diri-Nya. Dengan berbicara kepada Tuhan seperti itu, kau tidak lain dari seorang penghujat agama,”

Mendengar semua itu, air mata sang penggembala pun mulai mengalir deras sambil dengan segera pergi meninggalkan Musa.
Dengan perasaan bahagia karena telah meluruskan jiwa yang tersesat, Musa a.s melanjutkan perjalanannya menuju kota. Namun tiba-tiba Allah Yang Maha Kuasa menegurnya,
“Mengapa engkau berdiri di antara Kami dengan kekasih yang setia? Mengapa engkau pisahkan pecinta dari yang dicintainya? Ingatlah bahwa di dalam cinta, kata-kata hanyalah bungkus luar yang tidak memiliki makna apa-apa. Aku tidak memperhatikan keindahan kata-kata. Yang Aku perhatikan adalah lubuk hati yang paling dalam dari orang itu.”


---------------------------------------------------------------------------------------------



Monday, September 24, 2012

INTERUPSI









foto diambil oleh : Agathon T. Yudha

Saturday, September 22, 2012

MENCINTAI SESUATU


Pernahkah suatu saat kita tiba-tiba merasakan hal yang berbeda saat kita melewati sebuah jalan yang telah ratusan atau bahkan ribuan kali selalu kita lalui? Saat menuju sekolah, kampus atau mungkin saat kita menuju tempat kita bekerja? Melakukan aktifitas yang sama secara terus menerus atau mungkin hanya sebuah aktifitas biasa yang sebenarnya kita tidak pernah tahu apa-apa tentang ini? Untuk apa semua ini? Dan sesuatu apa yang tengah menunggu di akhiran ini?

Saya sering. Bahkan lebih pantas jika dikatakan ‘selalu’.

Sebagian orang mungkin butuh waktu yang lama untuk memulai kesadaran itu. Tapi sebagian yang lainnya lagi bisa memulainya saat ia pertama kali melakukan sebuah aktifitas atau bahkan sesaat sebelum ia melakukan aktifitas tersebut. Saya tidak pernah tahu apakah ini penting untuk orang lain atau tidak. Hanya saja saya tidak terlalu mau untuk terus menjadi seorang budak. Atas apa-apa yang tidak pernah saya ketahui.
 Jalaludin Rakhmat, seorang pakar komunikasi, menjelaskan tentang 3 jenis komunikasi perintah dilihat secara tingkatan otoritasnya. Antara majikan dengan budaknya, atasan dengan bawahannya, dan seorang yang terkasih dengan kekasihnya.
Ketika seseorang melakukan sebuah perintah tanpa berpikir tentangnya, ia sama dengan seorang budak yang mematuhi perintah majikannya. Pemahamannya adalah pemahaman paling rendah. Pemahaman fisik.
Lalu ketika seseorang melakukan sebuah perintah yang berdasar atas kesadaran logisnya, ia sama dengan seorang bawahan yang mematuhi perintah atasannya. Pemahamannya adalah pemahaman menengah. Pemahaman logika.
Sedang ketika seseorang melakukan sebuah perintah yang berdasar atas kecintaannya, ia sama dengan seorang yang terkasih yang mematuhi perintah kekasihnya. Pemahamannya adalah pemahaman tinggi. Pemahaman hati.  
Apa yang terjadi jika saya menyebut teori ini bukan teori komunikasi perintah? Tapi sebuah teori pemahaman manusia terhadap sesuatu. Terhadap apa yang dikerjakannya, apa yang dijalankannya dan apa yang dilaluinya. Atas ini, maka mereka yang tidak pernah mengetahui tentang apa yang tengah dikerjakannya, adalah seorang budak. Atau mungkin seandainya mereka bisa membuat pijakan kesadaran logika tentangnya maka mereka adalah seorang bawahan. Dan seandainya mereka bisa mulai mencintai apa yang dikerjakannya,  maka mereka adalah seorang kekasih atas pekerjaannya. Inilah yang dinamakan cinta. Sebuah pemahaman tertinggi dalam konsepsi sufistik timur. 
Maka memang tidak pernah ada yang salah dengan mereka, tukang becak yang telah mencintai kayuhan becaknya, para petani yang telah mencintai setiap cangkulan pada tanah-tanah majikannya, para guru yang mencintai pendidikan, atau juga para seniman yang mencintai pekerjaan seninya. Atas pencapaian pada penghayatan itu, pertanyaan-pertanyaan nihil, skeptis ataupun psimis yang terlalu sering bersarang di kepala seorang naïf seperti saya seharusnya sudah tidak pernah menjadi penting sama sekali lagi.

 Maka saya ingin menjadi seperti mereka.

Orang-orang yang mencintai sesuatu.