Pernahkah suatu
saat kita tiba-tiba merasakan hal yang berbeda saat kita melewati sebuah jalan
yang telah ratusan atau bahkan ribuan kali selalu kita lalui? Saat menuju
sekolah, kampus atau mungkin saat kita menuju tempat kita bekerja? Melakukan aktifitas
yang sama secara terus menerus atau mungkin hanya sebuah aktifitas biasa yang sebenarnya
kita tidak pernah tahu apa-apa tentang ini? Untuk apa semua ini? Dan sesuatu
apa yang tengah menunggu di akhiran ini?
Saya sering. Bahkan
lebih pantas jika dikatakan ‘selalu’.
Sebagian orang
mungkin butuh waktu yang lama untuk memulai kesadaran itu. Tapi sebagian yang
lainnya lagi bisa memulainya saat ia pertama kali melakukan sebuah aktifitas
atau bahkan sesaat sebelum ia melakukan aktifitas tersebut. Saya tidak pernah
tahu apakah ini penting untuk orang lain atau tidak. Hanya saja saya tidak
terlalu mau untuk terus menjadi seorang budak. Atas apa-apa yang tidak pernah
saya ketahui.
Jalaludin Rakhmat, seorang pakar komunikasi, menjelaskan
tentang 3 jenis komunikasi perintah dilihat secara tingkatan otoritasnya. Antara
majikan dengan budaknya, atasan dengan bawahannya, dan seorang yang terkasih
dengan kekasihnya.
Ketika seseorang
melakukan sebuah perintah tanpa berpikir tentangnya, ia sama dengan seorang
budak yang mematuhi perintah majikannya. Pemahamannya adalah pemahaman paling
rendah. Pemahaman fisik.
Lalu ketika seseorang
melakukan sebuah perintah yang berdasar atas kesadaran logisnya, ia sama dengan
seorang bawahan yang mematuhi perintah atasannya. Pemahamannya adalah pemahaman
menengah. Pemahaman logika.
Sedang ketika
seseorang melakukan sebuah perintah yang berdasar atas kecintaannya, ia sama
dengan seorang yang terkasih yang mematuhi perintah kekasihnya. Pemahamannya adalah
pemahaman tinggi. Pemahaman hati.
Apa yang terjadi
jika saya menyebut teori ini bukan teori komunikasi perintah? Tapi sebuah teori
pemahaman manusia terhadap sesuatu. Terhadap apa yang dikerjakannya, apa yang dijalankannya
dan apa yang dilaluinya. Atas ini, maka mereka yang tidak pernah mengetahui
tentang apa yang tengah dikerjakannya, adalah seorang budak. Atau mungkin seandainya
mereka bisa membuat pijakan kesadaran logika tentangnya maka mereka adalah
seorang bawahan. Dan seandainya mereka bisa mulai mencintai apa yang
dikerjakannya, maka mereka adalah
seorang kekasih atas pekerjaannya. Inilah yang dinamakan cinta. Sebuah pemahaman
tertinggi dalam konsepsi sufistik timur.
Maka memang
tidak pernah ada yang salah dengan mereka, tukang becak yang telah mencintai kayuhan
becaknya, para petani yang telah mencintai setiap cangkulan pada tanah-tanah
majikannya, para guru yang mencintai pendidikan, atau juga para seniman yang mencintai pekerjaan seninya. Atas pencapaian
pada penghayatan itu, pertanyaan-pertanyaan nihil, skeptis ataupun psimis yang
terlalu sering bersarang di kepala seorang naïf seperti saya seharusnya sudah
tidak pernah menjadi penting sama sekali lagi.
Maka saya ingin menjadi seperti mereka.
Orang-orang yang
mencintai sesuatu.
No comments:
Post a Comment