Thursday, May 21, 2015

DIALOG IMAJINER : ORANG PALING KAYA

INT. RESTORAN, NIGHT
... di penghujung makan malam tersebut, ketiganya pun tiba pada pembicaraan tentang kekayaan beraroma hierarkis seperti biasanya,

Orang Kaya 1 :
“Minggu lalu perusahaanku mendapatkan untung besar dari beberapa megaproyek yang telah kami tangani. Untuk itu, dua hari yang lalu aku membeli helikopter pribadi seharga 2 miliar rupiah.”

Orang Kaya 2 :
“Ohya? Minggu lalu pun perusahaanku mendapatkan hal yang sama. Dan untuk itu juga, secara pribadi aku telah membeli sebuah Lamborghini seharga 16 miliar rupiah.”

Keduanya pun tertawa kecil, sambil kemudian menoleh kepada orang terakhir yang nampaknya belum memamerkan apa-apa.

Orang Kaya 3 :
“Minggu lalu anak dan istriku baru saja sadar dari koma pasca kecelakaan maut yang mereka alami sebulan yang lalu. Sejak itu, aku baru menyadari bahwa aku telah memiliki sesuatu yang tak bisa dibeli oleh uang sebanyak apapun.”  

***

Wednesday, May 13, 2015

SESEORANG YANG HANYA INGIN BERJALAN PULANG

***
Sudah lama sekali rasanya aku tidak pernah merasa berjalan selambat ini lagi; menarik nafas sepanjang ini ataupun menatap petang semesra ini. Merasa kosong sedang tak pernah ada yang terisi; dan merasa hilang sedang tak pernah ada yang dipunyai. Aku hanya tengah berjalan pulang seperti biasanya, tapi entah dengan apa semesta tengah berbicara saat ini, segalanya tiba-tiba nampak menjadi sesuatu yang terlalu syahdu untuk dilewati tanpa mata yang mulai mengaca kelelahan buatku. Kepulan asap dari katel nasi goreng yang tengah kupesan untuk santap malamku itu, sedan silver dengan rompi polisi menggantung yang melintas di ujung sepatuku itu; ataupun riuh rendah kawanan bocah yang berlari berhamburan menuju rumah mereka itu. Hidup harusnya bisa jauh lebih sederhana seandainya aku mau menanggalkan baju zirahku dan memilih menjadi seperti mereka; para merpati yang tak memiliki satu hal pun untuk dikerjakan selain ranting sarang yang terus menerus dikumpulkan. Aku bisa saja memilih menjadi itu; hari ini atau kapan saja seandainya aku mau. Tapi apalah artinya harga itu, untuk seorang samurai yang telah menapaki milyaran tanah bersama jalan pedangnya, untuk sebuah rumah ibadah yang dibangun di atas reruntuhan peperangan yang baru usai sepertiku. Aku hanyalah aku. Dan akan tetap seperti begitu hingga seterusnya. Seseorang yang hanya ingin berjalan pulang; tanpa ingin dikalahkan terlalu mudah.


***