***
Sudah lama sekali rasanya aku
tidak pernah merasa berjalan selambat ini lagi; menarik nafas sepanjang ini ataupun
menatap petang semesra ini. Merasa kosong sedang tak pernah ada yang terisi; dan merasa hilang sedang tak pernah ada yang dipunyai. Aku hanya tengah berjalan
pulang seperti biasanya, tapi entah dengan apa semesta tengah berbicara saat
ini, segalanya tiba-tiba nampak menjadi sesuatu yang terlalu syahdu untuk
dilewati tanpa mata yang mulai mengaca kelelahan buatku. Kepulan asap dari
katel nasi goreng yang tengah kupesan untuk santap malamku itu, sedan silver
dengan rompi polisi menggantung yang melintas di ujung sepatuku itu; ataupun
riuh rendah kawanan bocah yang berlari berhamburan menuju rumah mereka itu.
Hidup harusnya bisa jauh lebih sederhana seandainya aku mau menanggalkan baju
zirahku dan memilih menjadi seperti mereka; para merpati yang tak memiliki satu
hal pun untuk dikerjakan selain ranting sarang yang terus menerus dikumpulkan. Aku bisa saja
memilih menjadi itu; hari ini atau kapan saja seandainya aku mau. Tapi apalah
artinya harga itu, untuk seorang samurai yang telah menapaki milyaran tanah
bersama jalan pedangnya, untuk sebuah rumah ibadah yang dibangun di atas
reruntuhan peperangan yang baru usai sepertiku. Aku hanyalah aku. Dan akan tetap seperti begitu
hingga seterusnya. Seseorang yang hanya ingin berjalan pulang; tanpa ingin
dikalahkan terlalu mudah.
***
No comments:
Post a Comment