Monday, August 6, 2012

KUBURANNYA MANUSIA


“Perahu kecil itu terombang-ambing diterpa ombak di bibir Pantai Olar Para, Bangladesh, pada tengah malam. Tidak terlihat ada penumpang di atasnya. Namun, saat warga desa pesisir melongok ke dalam perahu, mereka terperanjat. Seorang bayi tergolek dalam kondisi sangat lemah. Menangis pun dia sudah tidak mampu lagi.
Bayi yang baru berumur beberapa pekan itu merupakan salah satu dari ribuan pengungsi etnik Rohingya yang mencoba masuk Bangladesh untuk menyelamatkan  diri dari kerusuhan sektarian di Negara Bagian Arakan atau Rohingya, bagian barat Myanmar…”
Media Indonesia  
Selasa, 19 Juni 2012

Apa yang lebih menggetarkan daripada ini? Dari potongan cerita kecil ini. Atas sekian banyaknya catatan krisis kemanusiaan yang tengah dialami oleh etnik Rohingya di Myanmar ini. Cukup sulit untuk melacak informasi bagaimana peristiwa ini bisa luput dari perhatian dunia untuk waktu yang sangat lama. Ataupun untuk melacak informasi mengenai kepentingan-kepentingan yang menyertai di belakangnya. Konspirasi? Agama? Politik? Ah, Saya tidak pernah mau blog ini dikotori oleh tulisan-tulisan politik apapun. Kita manusia. Lantas saya hanya ingin menanyakannya sebagai manusia. Lagipula “manusia” adalah tanda tanya yang paling tepat untuk diajukan pada persidangan ini. Pada hati kecil kita. Seperti apa yang dituliskan pada tagline blog kawan tua saya. “hati kecilmu adalah jalan terbesarmu.”
   Diskriminasi. Penistaan. Pembatasan. Penghilangan kewarganegaraan. Pencabutan Hak Asasi Manusia. Menetapkan etnik Rohingya sebagai etnik paling teraniaya di dunia. Lebih mengejutkan karena perlakuan ini telah berlangsung selama berpuluh-puluh tahun. Telah mengakar pada titik-titik sejarah Myanmar. Bahwa perlakuan ini dianggap sah lantaran Myanmar menganggap Rohingya tidak memiliki bukti sejarah mengenai status bahwa mereka telah menetap di Myanmar sebelum tahun 1823. Lalu apa yang sebenarnya terjadi pada etnik Rohingya 2 bulan terakhir ini? pembakaran rumah. Pemerkosaan. Pembunuhan massal. Pembersihan etnik? Mungkin. Jumlah korban terlampau banyak untuk persoalan dendam atas pemerkosaan yang dilakukan oleh 3 orang pria Rohingya pada seorang perempuan Buddha. Lalu dimana Negara Myanmar? Ah sialan, ternyata mereka ikut menembaki orang-orang Rohingya. Memperkosanya. Membunuhnya. Maka dengan serta merta Negara ini berubah menjadi kuburannya manusia.
Mari sedikit berpikir. Apalagi yang lebih menjijikkan dari kenyataan ini? Agama. Politik. Etnik. Dan segala label lainnya. Bisa menjadikan manusia lebih anjing daripada anjing! Bukan soal Myanmar-nya. Karena ini telah terjadi di dunia manapun. Saat sebuah otoritas tidak mampu membedakan diferensiasi dan diskriminasi. Kau tahu ini tentang apa? Konstruksi kebenaran. Taruhlah 1 orang yang waras di dalam ruangan bersama 99 orang gila lainnya. Dan tebak apa yang terjadi selanjutnya. 99 orang gila tersebut mengganggap justru 1 orang waras itulah yang tengah gila. Sedang 99 orang gila lainnya dianggap waras. Yang berbeda. Yang minoritas. Adalah yang salah. Lalu bukankah saya tidak berlebihan jika mengatakan bahwa kebenaran bukanlah nilai absolut?
Ya dunia memang kacau. saya hanya bisa berharap pada tagline itu. “Hati kecilmu adalah jalan terbesarmu”. Karena saya masih percaya. Seberbeda apapun kita, saat kita sampai pada hati ini, kita akan sampai pada titik manusia yang sama. Maka peristiwa kemanusiaan seperti Rohingya seharusnya tidak pernah ada. Saya hanya percaya pada itu. Suatu saat.







Sumber foto : http://tribune.com.pk
http://asiancorrespondent.com
http://asiancorrespondent.com
editing: retorika-monolog


No comments: