Hanya seseorang bersama secarik kertasnya yang dibiarkan kosong disana.
Mendiamkan dirinya sejenak.
Supaya ia dapat menikmatinya.
Setiap detik pada laju waktu yang terlampau cepat.
Menuju sang gautama
Lampu-lampu rumah mulai dinyalakan
Suara-suara kecil si menara mesjid mulai berhembusan
Pikirannya sesekali menyenandunginya
Mensponsori hal yang paling ia minati dalam hidupnya
Ia hanyut di dalamnya.
Lalu semesta sekali lagi tersenyum padanya
Maka ia tersenyum pada Tuhan
Bersama nyala desa yang tak lebih buruk dari gugusan bintang di langit.
Mungkin karena segalanya terlalu indah untuk dinikmati sendiri
Mungkin karena menyenangkan merasa tak sendirian
Atau mungkin karena mengasyikkan memiliki kawan untuk diajak berbagi
Maka itulah kerinduannya.
Pada seseorang yang lain.
Tuesday, May 29, 2012
Monday, May 21, 2012
ANTARA VERTIKAL DAN HORIZONTAL
"Kehidupan
beserta segala pertanyaan tentangnya, sepertinya telah menjadikannya sebuah
kotak hitam dengan banyak enkripsi yang satu kali hidup seorang manusia
barangkali tidak akan pernah cukup untuk memecahkannya. Bahkan manusia mungkin
harus menyelesaikan hidupnya terlebih dulu untuk kemudian dapat dengan
benar-benar menyimpulkan hidupnya. Dan ketika ia tiba pada titik itu, sebuah
kesimpulan ataupun jawaban mungkin sudah tidak akan berarti apa-apa lagi."
" Ia adalah
sebuah misteri terjauh dan realitas terdekat sekaligus. Sebuah ruang sempit
yang gelap dan hamparan tanah luas dengan cahaya matahari yang cukup sekaligus.
Ia adalah sebuah konsentrasi terbesar pemikiran manusia dan sesuatu yang dapat
diacuhkan begitu saja sekaligus. Barangkali memang begitulah hidup. "
" Terkesan
sangat naif untuk kemudian membicarakan semua ini. Tapi begitulah saya. Bahwa
atas segala kegelisahan saya tentangnya, saya tiba pada hipotesa bahwa
kehidupan adalah tujuan dari kehidupan itu sendiri. Tidak menjawab banyak
memang. Tapi maksud saya, perjalanan kehidupan manusia buat saya adalah sebuah
perjalanan mencapai suatu definisi tentang kehidupan manusia itu sendiri."
"Berasumsi
bahwa kehidupan adalah tentang menjadi kaya. Maka hidup hanyalah soal mencari
uang, mencari emas, mencari harta yang kadang beberapa yang lain mengganti kata
“mencari” menjadi kata “mencuri”. Beberapa berasumsi bahwa kehidupan adalah
tentang melangkah menuju Tuhan, maka hidupnya mungkin tidak akan banyak dihiasi
ornamen-ornamen profan. Berasumsi bahwa kehidupan adalah sebuah
ketidakberuntungan, maka hidup hanya akan tentang penyesalan. Berasumsi bahwa
kehidupan adalah tidak menjadi apa-apa, maka hidup akan tentang kenihilan. Dan
akan begitu seterusnya. "
"Hidup terlalu sayang untuk dilewatkan begitu saja tanpa sedikit perlawanan terhadap konsep-konsep dogmatik tentangnya. Karena sebagian orang dengan saya termasuk didalamnya, menikmati cara berkehidupan seperti ini."
"Lalu apa yang
sebenarnya diharapkan oleh orang-orang seperti saya? Menihilkan segala
konstruksi pemikiran yang sebelumnya telah terbangun lalu mempertanyakan
kembali tentang kehidupan? Entahlah. Barangkali jawaban bukanlah tujuannya. "
"Karena seringkali saya kembali tiba pada pernyataan-pernyataan dengan tanda tanya diujungnya, pada persimpangan jalan dengan tak beratribut apa-apa. Atau pada dinding-dinding yang kerap hanya mampu menggaungkan setiap interupsi ketidaksepakatan yang saya lemparkan ke tengahnya."
"Barangkali buat
saya menggambar telah menjadi sebuah transkrip atas diri saya. Bahwa segala
kegelisahan yang saya tuangkan keatasnya, telah menjadi suatu persinggahan
tersendiri. Tak perlu sampai memahami “apa itu?”, hanya tuangkan saja. Biarkan
ia tersimpan disitu. Supaya kemudian saya dapat memutuskan untuk melanjutkan
perjalanan yang tertunda ini. "
Tuesday, May 1, 2012
MAYDAY... MAYDAY... MAYDAY...
Serupa
panen terakhir para petani penggarap
Serupa
tengat miskin kota di ujung penggusuran
Serupa
pilihan terakhir Pasifis di hadapan ancaman pasar
Serupa
harapan mereka yang tak bisa lagi berharap
Serupa
pilihan terakhir keluarga korban kekerasan negara
Serupa
rahim setiap ibu yang melahirkan para kombatan yang
menantang setiap tiran di
titik nadir perhitungan”
Homicide – Tantang Tirani
sumber: cabiklunik.blogspot.com, editing : retorika-monolog |
Hari ini aku memilih untuk duduk sedikit tenang. Kemudian
menundukkan kepala.
Memperdengarkan kembali beberapa lagu Homicide. Lalu membuat
tulisan ini.
Ya, dan aku terlalu jauh untuk menghadirkannya di ruang
intensi ini.
Peristiwa Haymarket.
126 tahun sebelum hari ini.
Karena sepertinya aku masih tak terlalu tertarik melupakan
hari ini. Cerita-cerita basi para penggerak negeri yang tak bosan
diperdengarkan di telinga-telinga kami sejak lama. Tentang deretan mimpi yang
dieksekusi mati. Atau juga tentang interupsi-interupsi yang dipotong birokrasi.
Dan tak berlebihan jika kami meneruskannya dengan menyanyikan
nasionalisme ala otong koil.
1 mei buatku
adalah pembubuhan tanda tanya besar pada “kemanusiaan”. Penuntutan kesejahteraan
dan keadilan. Yang jangan dengan dangkal kau terima sebagai kesamatinggian atau
kesetaraan.
Ini mungkin hanya akan menjadi pengulangan. Terus mengulang
karena sebelumnya masih tetap kau serupakan dengan rengekan anak-anak.
sumber : Pikiran Rakyat, editing: retorika-monolog |
Tunggu!
Apa ada yang salah dengan rengekan anak-anak? Bukankah kau memang
seorang ayah? Yang bersama ibu pertiwi mengasuh kami?
Ibu memang terkadang marah dengan perilaku kami. Tapi kami
melakukannya karena kau tak memberi kami makan yang cukup, sedang kami telah
melakukan semuanya. Membangun gedung-gedungmu, menumbuhkan padi di
tanah-tanahmu, memberikanmu sumber devisa yang besar, mengayuhkan sepeda-sepeda
kami untuk mengajari para penerusmu dan seterusnya.
Hey! aku tahu..
Kau melakukan ini karena kami memergoki kau berselingkuh
dengan korupsi. Berpesta seks dengan statistika ekonomi pasar. Berjingkrak ria
bersama hukum. Hingga memuntahkan anak-anak haram itu.
sumber : google, editing: retorika-monolog |
Lalu kau biarkan kami mati di tanah orang, ditembaki
peluru-peluru asing yang tertawa puas sambil berseru “bodohnya ayahmu”. Membiarkan
setiap kami yang tergeletak lemas digerogoti kelaparan ditepian trotoar. Dikencingi
anak-anak raja yang kemudian menginjak-injak setiap mimpi kami. Membiarkan anak-anak
haram itu memerintah kami, memasakkan kami makanan berbumbukan arsenik untuk
kami yang terlalu banyak bicara.
Dan kami sekarat.
Lantas hanya
bisa berdoa.
Supaya ibu pertiwi cepat pulang. Mengasihi kami.
Subscribe to:
Posts (Atom)