Serupa
panen terakhir para petani penggarap
Serupa
tengat miskin kota di ujung penggusuran
Serupa
pilihan terakhir Pasifis di hadapan ancaman pasar
Serupa
harapan mereka yang tak bisa lagi berharap
Serupa
pilihan terakhir keluarga korban kekerasan negara
Serupa
rahim setiap ibu yang melahirkan para kombatan yang
menantang setiap tiran di
titik nadir perhitungan”
Homicide – Tantang Tirani
sumber: cabiklunik.blogspot.com, editing : retorika-monolog |
Hari ini aku memilih untuk duduk sedikit tenang. Kemudian
menundukkan kepala.
Memperdengarkan kembali beberapa lagu Homicide. Lalu membuat
tulisan ini.
Ya, dan aku terlalu jauh untuk menghadirkannya di ruang
intensi ini.
Peristiwa Haymarket.
126 tahun sebelum hari ini.
Karena sepertinya aku masih tak terlalu tertarik melupakan
hari ini. Cerita-cerita basi para penggerak negeri yang tak bosan
diperdengarkan di telinga-telinga kami sejak lama. Tentang deretan mimpi yang
dieksekusi mati. Atau juga tentang interupsi-interupsi yang dipotong birokrasi.
Dan tak berlebihan jika kami meneruskannya dengan menyanyikan
nasionalisme ala otong koil.
1 mei buatku
adalah pembubuhan tanda tanya besar pada “kemanusiaan”. Penuntutan kesejahteraan
dan keadilan. Yang jangan dengan dangkal kau terima sebagai kesamatinggian atau
kesetaraan.
Ini mungkin hanya akan menjadi pengulangan. Terus mengulang
karena sebelumnya masih tetap kau serupakan dengan rengekan anak-anak.
sumber : Pikiran Rakyat, editing: retorika-monolog |
Tunggu!
Apa ada yang salah dengan rengekan anak-anak? Bukankah kau memang
seorang ayah? Yang bersama ibu pertiwi mengasuh kami?
Ibu memang terkadang marah dengan perilaku kami. Tapi kami
melakukannya karena kau tak memberi kami makan yang cukup, sedang kami telah
melakukan semuanya. Membangun gedung-gedungmu, menumbuhkan padi di
tanah-tanahmu, memberikanmu sumber devisa yang besar, mengayuhkan sepeda-sepeda
kami untuk mengajari para penerusmu dan seterusnya.
Hey! aku tahu..
Kau melakukan ini karena kami memergoki kau berselingkuh
dengan korupsi. Berpesta seks dengan statistika ekonomi pasar. Berjingkrak ria
bersama hukum. Hingga memuntahkan anak-anak haram itu.
sumber : google, editing: retorika-monolog |
Lalu kau biarkan kami mati di tanah orang, ditembaki
peluru-peluru asing yang tertawa puas sambil berseru “bodohnya ayahmu”. Membiarkan
setiap kami yang tergeletak lemas digerogoti kelaparan ditepian trotoar. Dikencingi
anak-anak raja yang kemudian menginjak-injak setiap mimpi kami. Membiarkan anak-anak
haram itu memerintah kami, memasakkan kami makanan berbumbukan arsenik untuk
kami yang terlalu banyak bicara.
Dan kami sekarat.
Lantas hanya
bisa berdoa.
Supaya ibu pertiwi cepat pulang. Mengasihi kami.