Apa yang
membuat seseorang menjadi sangat berarti?
Patut disanjung dan layak untuk
dikenang?
Apakah ia
harus berupa lembaran teks proklamasi?
Yang dibacakan di sebuah jalan
Pegangsaan?
Ataukah
juga ia harus berupa pekikan revolusi? Temuan-temuan ideologis?
Atau juga
harus berupa proyektil yang menghantam tempurung kita,
Saat kita
tengah mengepalkan tangan dalam sebuah long march menuju senayan?
Karena di
tempat ini, ketika aku menyadari
bahwa setiap makna akan selalu lahir bersama
apapun yang ada,
sebuah pengertian lain tentangnya, tiba dihadapanku
Bahwa
barangkali, pada masing-masing tempatnya,
setiap manusia layak untuk dikenang.
Selalu patut untuk disanjung.
Bahwa
setiap manusia, telah menjadi berarti,
pada setiap pertama kali mereka pernah
berjabat tangan.
Dan
pengertian-pengertian itu, menjadi sesuatu yang selalu aku temui di sini.
Di
segala hal, yang pernah kita lalui bersama-sama. Di setiap penggalan waktu
kita.
Tanah-tanah
itu. Sebuah tempat saat kita pernah berjalan mendekat.
Membangun sebuah cerita,
dan mulai meneriakkan kalimat-kalimat menggetarkan itu.
Kita adalah
nol dan sembilan. Tempat angka terendah, dan angka tertinggi bisa duduk
bersama.
Membentuk sebuah deretan tempat segala kemungkinan nilai dapat muncul
di dalamnya.
Kita bukan
anak-anak penerus tahta. Tempat segala keagungan, ditentukan oleh garis
keturunan.
Kita adalah kelahiran yang ganjil. Tempat hierarki yang telah
mendefinisi ulang kebenaran,
tak jauh lebih penting dari segala perbedaan yang
selalu kita terima bersama.
Kita
bukanlah para pemenang. Yang memilih tidur karena merasa segalanya sudah
berakhir.
Kita adalah para pejuang. Ketika pertarungan selalu menjadi
satu-satunya alasan manusia untuk hidup.
Kita tidak
akan pernah menjadi mereka. Kita bukan mereka.
Kita adalah nol dan sembilan.
***
Hari ini, di
pintu yang sama saat kita memulai segalanya.
Masing-masing kita kembali
melewatinya. Kembali berjabat tangan seperti waktu itu.
Tapi bukan
untuk memulai keberartian kita. Kita berpamitan.
Bahwa di titik ini, setiap
dari kita memang telah seharusnya berlari dan menjadi arti yang lain.
Melesat
menuju semesta.
Ke sudut-sudut langit yang mungkin tak akan lagi sama.
Terima
kasih atas waktu-waktu itu.
Cerita-cerita
itu. Dan segala maaf itu.
Senang bisa
mengenal kalian semua.
***
*narasi ini digunakan untuk video dokumentasi wisuda April FSRD ITB angkatan 09
No comments:
Post a Comment