INT. RUANG TENGAH, MALAM HARI
Hanya ada aku dan adikku. Sebuah meja
dan beberapa buku yang hendak kami baca. Aku meraih salah satunya. Membukanya dan
mulai membacanya. Tapi belum saja aku sampai pada beberapa paragraf, listrik
rumah kami tiba-tiba saja padam. Untung saja aku teringat sesuatu.
Aku :
“Dik, coba kau
ambilkan lilin yang baru saja kakak taruh persis di sebelahmu tadi.”
Adikku :
“Di mana kak?”
Aku :
“Di sebelah tangan
kananmu.”
Adikku :
“Di sebelah tangan
kananku?
Tapi kak, bagaimana
caranya aku membedakan tangan kanan dan tangan kiriku?
Sedangkan aku tidak bisa
melihatnya dalam keadaan gelap gulita seperti ini
Bahkan aku pun tidak terlalu
yakin apakah aku masih memiliki tangan atau tidak.”
-------------------------------------
Apakah adik itu adalah pemikiran kita? Sebuah kepercayaan
yang hanya bisa dibangun oleh sesuatu yang terlihat saja? Bahwa sebuah definisi
hanya ditujukan untuk bayangan-bayangan yang jatuh terbalik di retina kita saja?
Bahwa hanya cahaya lampu saja yang dapat membantu kita membedakan mana kepala
kita dan mana kemaluan kita?
Berhentilah mengoceh adik! Karena
itu sebenarnya hanya sesederhana berdiam, memejamkan mata dan merasakan. Tak harus
terlihat. Seperti udara. Yang kau yakini ada, karena kau merasakannya dalam setiap
tarikan nafasmu walaupun ia tak tampak.
Lalu mengapa masih saja mengoceh
tentang Tuhan?
No comments:
Post a Comment