Sepertinya tak banyak yang dapat aku ingat
dari sekolah menengahku dulu.
Karena rasanya aku tidak terlalu tertarik
pada rentang waktu itu.
Dan barangkali aku hanya mau mengingat
beberapa kejadian saja.
Seperti saat beberapa pertanyaan
bermunculan di kepalaku
Atau seperti saat setiap aku memasuki
ruang perpustakaan sekolah itu kemudian membaca sebuah tulisan di dinding ruang
tersebut.
Itu adalah sebuah tulisan yang sangat luar
biasa buatku.
Sebuah tulisan seorang jenderal perang
terkenal pada Perang Dunia II bernama Douglas Mac Arthur yang diberikan untuk
anaknya yang tengah berumur 14 tahun.
Ya, dan suatu saat aku berharap dapat
membacakan ini untuk yang lain.
Doa untuk Putraku
Tuhanku...
Bentuklah puteraku menjadi manusia yang
cukup kuat untuk mengetahui kelemahannya.
Dan, berani menghadapi dirinya sendiri
saat dalam ketakutan.
Manusia yang bangga dan tabah dalam
kekalahan.
Tetap Jujur dan rendah hati dalam
kemenangan.
Bentuklah puteraku menjadi manusia yang
berhasrat mewujudkan cita-citanya
dan tidak hanya tenggelam dalam
angan-angannya saja.
Seorang Putera yang sadar bahwa
mengenal Engkau dan dirinya sendiri adalah
landasan segala ilmu pengetahuan.
Tuhanku...
Aku mohon, janganlah pimpin puteraku di
jalan yang mudah dan lunak.
Namun, tuntunlah dia di jalan yang penuh
hambatan dan godaan, kesulitan dan tantangan.
Biarkan puteraku belajar untuk tetap
berdiri di tengah badai dan senantiasa belajar
untuk mengasihi mereka yang tidak berdaya.
Ajarilah dia berhati tulus dan
bercita-cita tinggi,
sanggup memimpin dirinya sendiri,
sebelum mempunyai kesempatan untuk
memimpin orang lain.
Berikanlah hamba seorang putra
yang mengerti makna tawa ceria
tanpa melupakan makna tangis duka.
Putera yang berhasrat
Untuk menggapai masa depan yang cerah
namun tak pernah melupakan masa lampau.
Dan, setelah semua menjadi miliknya...
Berikan dia cukup Kejenakaan
sehingga ia dapat bersikap sungguh-sungguh
namun tetap mampu menikmati hidupnya.
Tuhanku...
Berilah ia kerendahan hati...
Agar ia ingat akan kesederhanaan dan
keagungan yang hakiki...
Pada sumber kearifan, kelemahlembutan, dan
kekuatan yang sempurna...
Dan, pada akhirnya bila semua itu terwujud,
hamba, ayahnya, dengan berani berkata
"hidupku tidaklah sia-sia"