Saya
cukup keliru soal mengira bahwa menulis lirik lagu adalah pekerjaan yang mudah;
karena pada kenyataannya, terhitung sejak folks music project iseng saya dan
kawan saya resmi direncanakan, telah 3 kali saya mencoba menciptakan lirik
untuk beberapa lagu awal yang sudah mulai terbentuk tapi hasilnya selalu tidak
memuaskan, terasa “kosong”, “gak ada nyawanya” dan sebagainya. Perlu diakui
bahwa berbeda dengan proses menulis sastra atau artikel biasanya yang pada
dasarnya memang berdiri secara otonom, lirik lagu diciptakan untuk disandingkan
dengan potongan kue estetika lainnya yaitu musik. Maka selain pertimbangan ekspresi,
ada pertimbangan lain yang sifatnya teknis seperti rima, ritme, keseuaian
kosakata dan pertimbangan integrasinya yang perlu dipikirkan juga walaupun tak
sekompleks video atau film. Hasilnya, perlu tiga kali penyesuaian bagi saya untuk
akhirnya bisa tiba pada rangkaian tulisan yang bisa sedikit saya akui sebagai
sebuah lirik.
#LirikPertama
Di
penghujung Juni lalu, saya mendapat undangan menjadi pembicara di salah satu
acara di Surabaya sebagai seorang independent filmmaker. And for the sake of the joy, saya mengundang beberapa kawan lainnya
untuk ikut, serta memilih mobil pribadi sebagai moda transportasinya dengan
pertimbangan fleksibilitas perjalanan. Hasilnya tepat, perjalanan tidak pernah
sedikitpun terasa membosankan, dan suatu saat, ketika kami merasa perlu menepi
untuk sekadar berfoto atau membeli jajanan khas, kami bisa menepikan kendaraan
kami kapan saja. Termasuk menepikannya saat kami mencapai sebuah tempat
menakjubkan di daerah Pati Jawa Tengah, sebuah dataran sawah yang terhampar
luas di puluhan kilometer jalan kami; senyap, sangat puitis; dan menjadi semakin
syahdu saat sisa-sisa matahari terbenam masih terlihat membekas di ujung-ujung langitnya.
Sangat menakjubkan.
Beberapa
minggu setelahnya, saya kembali dengan usaha saya untuk menuliskan lirik. Pengalaman
spiritual yang menakjubkan itu menjadi perbendaharaan emosi terbesar saya yang
saya rujuk kali ini. Hasilnya? tidak terlalu buruk. Walaupun terasa masih
meraba-raba, tapi paling tidak, menurut saya kali ini ada “sesuatu” di dalamnya
hehe. Dan barangkali karena alasan historis, entah bagaimana saya merasa mendokumentasikan lirik pertama ini di sini menjadi cukup penting hehe :D
So this is it...
So this is it...
LANGGAM
LEMBAYUNG
Song
#1
Di kala jingga
Melantun barat
Sejumput cinta
Menyulam arah
Lembayungku...
Di ujung senja
Tersirat pinta
Tuk menantinya
Kembali kelak
Lembayungku...
Reff
:
Segera pulang
Kelana mega
Nafasku hilang
Di tampuk rimba
Song
#2
Di jelang petang
Menderu haru
Kau gemintang
Semesta syahdu
Lembayungku...
Reff
:
Segera pulang
Kelana mega
Nafasku hilang
Di tampuk rimba
Segera pulang
Sajak senduku
Rinduku berang
Diganggu pilu
***