Saya berani bertaruh bahwa kita pasti
pernah bermimpikan menjadi insinyur, dokter, tentara, astronot, pilot, atau
apalah. Ya, kita pernah mempunyai mimpi! Tapi hari itu, saya menemukan kejutan
lain. Seseorang yang hanya tersenyum diam ketika kutanya tentang apa yang
menjadi mimpinya selama ini. Kematian mimpi.
Tidak mengherankan jika banyak yang tidak
bertahan. Sebanyak 460 komentar negatif yang dikabarkan Jack Canfield dalam
penelitian 1982-nya itu, pernah terbukti diterima rata-rata setiap anak
perharinya. Umpan balik negatif yang terus menerus diterima pikiran kita itu, menjadi
cara yang sangat mematikan untuk membunuh suatu kepribadian. Dan kita kini menemukan
satu bentuk lain, bahwa anak-anak, dalam proses pendidikan yang salah, lebih
mirip seperti pohon-pohon besar dengan akar-akar yang kuat di pulau Solomon. Yang
selanjutnya dirobohkan dengan cara yang sangat mengejutkan. Ya. Untuk
merobohkan pohon-pohon besar dengan akar yang kuat, Melanesia, penduduk asli
kepulauan Solomon memiliki cara yang unik, yaitu dengan mengelilingi dan
memanjati pohon-pohon tersebut dan mulai meneriakinya dengan mantra-mantra kutukan.
Aktivitas ini dilakukan selama berjam-jam dalam 40 hari. Dan hasilnya
mengerikan. Perlahan-perlahan dedaunan pohon yang diteriaki tersebut mulai mengering.
Dahan-dahannya mulai rontok. Lalu tak lama kemudian pohon itu akan mati.
Para Melanesia sangat mempercayai itu.
Berteriak akan membunuh jiwa dari suatu pohon.
Lalu bukankah itu tidak berbeda dengan apa
yang telah kita temukan selama ini? Sesuatu yang barangkali pernah kita alami. Dulu
mungkin. Saat kita masih menjadi pohon-pohon besar dengan akar yang kuat itu? Hingga
pada gilirannya yang lain, seseorang “meneriaki” jiwa kita. Guru-guru kita mungkin. Saat memarahi kita
yang mengisi halaman belakang buku dengan gambar-gambar tangan kita. Atau saat mereka
berteriak “bodoh!” pada kita yang lebih pintar dalam bidang olah raga ketimbang
bidang matematika. Atau teman-teman kita barangkali. Saat mereka mulai meneriaki
kita gila atas apa yang tengah kita lakukan. Dan bisa jadi juga orang tua kita.
Saat mereka membuang mentah-mentah segala pilihan yang telah kita buat sendiri.
Beberapa mungkin pernah mengenalnya, Dr Masaru
Emoto. Lewat penelitian seputar airnya, yang telah dibukukan dalam beberapa
judul buku seperti “The Hidden Message in Water”, telah menunjukkan bahwa
kristal air merespon setiap suasana dan perkataan yang dirangsangkan kepadanya.
Perkataan negatif, seperti apa yang dilakukan Melanesia tadi, akan membentuk
kristal air yang buruk, sedangkan perkataan positif akan menciptakan kristal
air yang sangat indah bentuknya. Dan sialnya adalah, kurang lebih sebanyak 80%
tubuh manusia adalah terdiri dari air. Maka saya harus mengulangi ini, bahwa kita
adalah pohon-pohon besar pulau Solomon. Yang siap menjadi kokoh atau dirobohkan
dengan teriakan-teriakan negatif para Melanesia itu.
Mimpi adalah kepercayaan. Sesuatu yang
nilai pertaruhannya sama dengan hidup itu sendiri. Bahwa tak ada mimpi besar dengan
akar yang kuat yang tidak dirobohkan para Melanesia. Apapun itu. Tapi sadari
juga ini, bahwa kita tidak sepenuhnya pohon. Maka mantrailah diri kita sendiri!
Hingga kristal air kita tak lagi menjadi buruk. Hingga fibrasi dan quanta semesta,
serupa dengan frekuensi kita.
------------------------
'Lalu pikiranku kembali pada kawanku hari
itu.
Seseorang yang tidak lagi mempunyai keberanian untuk bermimpi.
Ia pohon besar
yang telah dirobohkan.'
Sumber foto : Restu Taufik Akbar
Editor : Kontemplasi Diagonal