Saturday, January 4, 2014

TUHAN DI AWAL TAHUN

Dan di ujung pertemuannya dengan Tuhan di bukit Sinai,
Musa menanyakan tempat dimana ia bisa mencari-Nya.
Atas itu Tuhan menjawab,
“Carilah Aku di antara mereka yang tengah hancur hatinya.”

***
Malam pergantian tahun, saya dan seorang kawan saya berada di sebuah mini discotic di bilangan Dago. Sebuah tempat yang tidak pernah saya bayangkan bisa berada di tengahnya. Sebuah pesta, alkohol,  dubstep, erotik, manusia-manusia trance dan hal-hal ilusif lainnya, bertengger didalamnya, hedonisme. Seandainya saja jika bukan karena sedang membutuhkan uang, mungkin project video dokumentasi ini tidak akan pernah saya ambil, dan janji untuk ikut menerbangkan lampion bersama dengan teman-teman di malam tahun baru ini pun bisa saya tepati. Tapi apa boleh buat, sesuatu berkata lain.

Perlu saya akui bahwa dalam kondisi seperti itu, cukup sulit untuk menjadi seorang profesional tanpa sedikitpun menyentuh wilayah-wilayah emosional dan ideologis. Beberapa kali pikiran saya ditarik keluar dan dibanting lagi kedalam. Menyisakan sebuah kamera yang telah mengarah pada objek menarik tapi lupa untuk saya rekam; atau lensa yang merekam dengan tenang, tapi garis mata tak berhenti mengkerut dan kepala menggeleng kecil. Waktu-waktu itu, membuat saya terkadang lebih baik memilih untuk menepi sebentar dan membiarkan pikiran ikut menari ke tengahnya; “Siapa mereka?”, “Apa yang sedang mereka pikirkan?”, “Adakah sesuatu dari mereka yang bisa membuatku merasa bahwa mereka ini orang-orang hebat?”, “Sebuah nilai?”, “Intelijensi?”, “Moral?”, “Apa?”, “Mengapa?” dan “Aaarghh!!!” menikmati kemacetan di luar rupanya jauh lebih menenangkan.
***

Satu jam pertama di tahun yang baru telah berlalu, kontrak kerja selesai dan sejurus berikutnya saya tengah berada dalam perjalanan menuju kampus. Di sana, di rooftop galeri, teman-teman Pemburu Langit telah berkumpul sejak sore, memasang tenda dan membuat api unggun.

Tapi sebelum itu, di sebuah persimpangan, sesuatu menyita pikiran saya lagi. Seorang pemulung. Bersama seorang anaknya yang barangkali masih berusia 10 tahun memunguti sampah-sampah plastik di antara kerumunan kaki-kaki itu. Barangkali bukan hanya karena pikiran ketat saya tentang dunia yang baru saya singgahi tadi yang membuat makna sosok yang saya temui itu menjadi jauh lebih tinggi, tapi juga karena ia hadir di antara mereka yang tengah bersorak ria menyambut tahun baru. Ia hadir di tengah pikiran itu, di tengah manusia-manusia yang tengah berpesta, minuman-minuman seharga jutaan rupiah, ribuan kembang api yang terbakar dilangit malam itu, di tengah teriakan dan tawa, di antara suara terompet-terompet yang pecah disegala sudut kota; ia disana. Dengan wajah kelelahan yang nampaknya tak dipengaruhi sama sekali oleh kegembiraan malam itu, ia menjelajahi setiap sela, membungkuki mereka yang tengah menengadah ke atas, para tuan raja. Sedang si anak sesekali mencoba mencuri pemandangan, kembang api dan sebuah terompet yang sepertinya ingin sekali ia coba tiup.

***

Sangat berat. Saya kira itu adalah pergantian tahun terberat bagi saya. Dibuat meledak di beberapa jam terakhir di tahun sebelumnya, lalu diremukkan lagi di jam pertama di tahun berikutnya. Tapi entahlah, atas tegangan yang nampak sangat kejam buatku itu, persimpangan kelas serta atas “…mereka yang tengah hancur hatinya”  itu, saya hanya berharap bahwa saya benar-benar baru menemukan Ia disana. Di tempat Musa bisa menemukanNya.

No comments: