Saturday, June 30, 2012

TULISAN UNTUK SEORANG MANUSIA


Sepertinya tak banyak yang dapat aku ingat dari sekolah menengahku dulu.
Karena rasanya aku tidak terlalu tertarik pada rentang waktu itu.
Dan barangkali aku hanya mau mengingat beberapa kejadian saja.
Seperti saat beberapa pertanyaan bermunculan di kepalaku
Atau seperti saat setiap aku memasuki ruang perpustakaan sekolah itu kemudian membaca sebuah tulisan di dinding ruang tersebut.
Itu adalah sebuah tulisan yang sangat luar biasa buatku.
Sebuah tulisan seorang jenderal perang terkenal pada Perang Dunia II bernama Douglas Mac Arthur yang diberikan untuk anaknya yang tengah berumur 14 tahun.
Ya, dan suatu saat aku berharap dapat membacakan ini untuk yang lain.


Doa untuk Putraku


Tuhanku...

Bentuklah puteraku menjadi manusia yang cukup kuat untuk mengetahui kelemahannya.
Dan, berani menghadapi dirinya sendiri saat dalam ketakutan.
Manusia yang bangga dan tabah dalam kekalahan.
Tetap Jujur dan rendah hati dalam kemenangan.

Bentuklah puteraku menjadi manusia yang berhasrat mewujudkan cita-citanya
dan tidak hanya tenggelam dalam angan-angannya saja.
Seorang Putera yang sadar bahwa
mengenal Engkau dan dirinya sendiri adalah landasan segala ilmu pengetahuan.


Tuhanku...

Aku mohon, janganlah pimpin puteraku di jalan yang mudah dan lunak.
Namun, tuntunlah dia di jalan yang penuh hambatan dan godaan, kesulitan dan tantangan.

Biarkan puteraku belajar untuk tetap berdiri di tengah badai dan senantiasa belajar
untuk mengasihi mereka yang tidak berdaya.

Ajarilah dia berhati tulus dan bercita-cita tinggi,
sanggup memimpin dirinya sendiri,
sebelum mempunyai kesempatan untuk memimpin orang lain.


Berikanlah hamba seorang putra
yang mengerti makna tawa ceria
tanpa melupakan makna tangis duka.

Putera yang berhasrat
Untuk menggapai masa depan yang cerah
namun tak pernah melupakan masa lampau.

Dan, setelah semua menjadi miliknya...
Berikan dia cukup Kejenakaan
sehingga ia dapat bersikap sungguh-sungguh
namun tetap mampu menikmati hidupnya.


Tuhanku...

Berilah ia kerendahan hati...
Agar ia ingat akan kesederhanaan dan keagungan yang hakiki...
Pada sumber kearifan, kelemahlembutan, dan kekuatan yang sempurna...
Dan, pada akhirnya bila semua itu terwujud,
hamba, ayahnya, dengan berani berkata "hidupku tidaklah sia-sia"